Senin, 25 Agustus 2014

Apa Kabar Pilkada Solo

Salah satu contoh atribut kampanye Jokowi-Rudy saat kampanye dalam Pilkada Solo beberapa tahun silam. Foto diambil dari id.wikipedia.com.
Tahun 2015 menjadi momentum perubahan bagi Kota Solo, sebuah kotak kecil yang menjadi salah satu barometer ekonomi Jawa Tengah. Tahun itulah Kota Bengawan itu bakal menggelar pesta demokrasi tahunan yang dikenal dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sebuah perhelatan pergantian kekuasaan secara konstitusional yang dilindungi UU.
Sesuai dengan semangat UU Otonomi Daerah, penyelenggaraan Pilkada menjadi beban APBD daerah setempat. Dalam konteks Solo, pembiayaan pesta rakyat itu pun ditanggung APBD Kota Solo selama dua tahap. Tahapan pra-Pilkada dimulai pada Oktober 2015. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo pun sudah menyusun agenda untuk rekrutmen penyelenggara pemilu dan tahapan pemutakhiran data, serta sosialisasi-sosialisasi yang menelan anggaran sampai Rp2,4 miliar. Tahapan kedua dilaksanakan dengan alokasi anggaran APBD 2015 yang diprediksi mencapai Rp5 miliar. Sungguh pesta tahunan itu pun menghabiskan uang rakyat yang tidak sedikit.
Pejalanan tahapan itu terhitung cepat karena praktis sekitar 7-8 bulan karena Pilkada 2015 kemungkinan akan digelar pada awal April 2015. Sejak Agustus 2015, belum satu nama calon kepala daerah pun yang muncul. Bahkan para partai politik (Parpol) belum berani menunjukkan siungnya. Hasil pemilu legislatif (Pileg) 2014, ternyata hanya menghasilkan delapan Parpol yang mampu menduduki kursi di DPRD Solo. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi partai dengan perolehan kursi terbanyak dalam Pileg. Lihat komposisi perolehan kursi di bawah ini!
PDIP 24 kursi
PKS 5 kursi
PAN 4 kursi
Golkar 4 kursi
Demokrat 3 kursi
Gerindra 3 kursi
PPP 1 kursi
Hanura 1 kursi
Berdasarkan komposisi Parpol tersebut, hanya PDIP yang bisa mengusung pasangan calon secara mandiri karena memenuhi ketentuan dalam UU Pemerintahan Daerah. UU itu mensyaratkan hanya Parpol yang memiliki 15% dari jumlah kursi di DPRD atau 15% dari jumlah perolehan suara sah di Pileg berhak mengajukan pasangan calon secara mandiri. Dengan demikian Parpol selain PDIP harus berkoalisi untuk bisa mengusung calon sendiri.
Dari sekian banyak media cetak dan elektronik, hanya Solopos yang berani memunculkan banyak tokoh potensial untuk menjadi pilihan rakyat. Harian Joglosemar pun hanya beberap nama yang disebut dan cenderung menonjolkan figur F.X. Hadi Rudyatmo yang kini masih menjabat Wali Kota Solo. Kedudukan Rudy, demikian sapaan Wali Kota itu, bukan dari hasil Pilkada, tetapi hanya menggantikan posisi Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta lewat Pilkada DKI.
Bila melihat flashback ke belakang, duet Jokowi-Rudy mampu bertahan di dua Pilkada Solo, yakni Pilkada 2005 dan Pilkada 2010. Sosok Jokowi yang paling menentukan atas kemenangan PDIP dalam dua Pilkada tersebut. Bahkan pada Pilkada 2010, pasangan Jokowi-Rudy memperoleh suara domian dan mutlak karena hampir mendekati 90%. Pertanyaannya, akankan muncul Jokowi jilid II di Solo? Mampunya Rudy kembali memimpin Solo dan berjiwa inovatif seperti Jokowi? Akankan muncul figur baru yang membawa perubahan Solo lebih maju, apalagi dengan keberadaan Jokowi sebagai presiden terpilih?
Kemajuan pembangunan di Solo amat sangat tergantung pada kiprah PDIP. Ada tiga indikator yang bisa diambil dalam mengukur kemajuan pembangunan Solo lima tahun ke depan. Pertama, keberadaan Jokowi yang asli Solo ternyata mampu menjadi orang nomor wahid di Republik Indonesia ini. Otomatis efek Jokowi itu akan membawa perubahan terhadap pembangunan Solo. Kedua, keberhasilan PDIP yang mampu memiliki 24 kursi di parlemen (53%). Fraksi terbesar yang posisi 50% lebih itu mampu mengambil kebijakan prorakyat dengan mudah, bahkan ekstrimnya bisa memandang sebelah mata partai lainnya yang secara kumulatif hanya 47%. Ketiga, indikator terakhir itu akan ditentukan dari hasil Pilkada 2015. Jika PDIP mampu membuktikan terhadap rakyat atas eksistensi PDIP di Solo dengan memiliki sosok Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Sinergi tiga kekuatan PDIP itu akan mampu mewujudkan Solo sebagai kota metropolitan kedua setelah Jakarta. Ide-ide kreatif yang dirintis Jokowi pada periode I dan II akan bisa terwujud dengan mudah dengan goodwill pemerintahan di bawah kendali Jokowi sendiri. Bagaimana hasilnya, ya, ditunggu saja dan mari kita buktikan.

0 komentar:

Posting Komentar